Menikmati Braga Culinary Night di Bandung

Sore hari saat para pedagang mulai menggelar dagangannya


Setelah memutar otak di acara Kopdar Diskusi dan Workshop SEO Masterpiece untuk UKM dan Bisnis Lokal di kantornya Dewa SEO, ITC Kebon Kelapa, Bandung. Saya bersama rekan Fahmi Rizwansyah dan Arif Setiawan, meninggalkan ITC Kebon Kelapa. 

Karena bukan orang Bandung Walau bung Arif sendiri saat ini sudah bekerja di Bandung, kami agak kesulitan juga untuk masuk ke kawasan jalan Braga ini. Mobil yang di kendarai Arif, walau sudah di pandu dengan GPS, masih belum bisa dengan cepat menuju lokasi, karena ada beberapa jalan yang kami lewati menerapkan arus satu jalur. Namun berkat kesabaran Arif yang di pandu oleh bung Fahmi dengan GPS yang ada di ponsel Androidnya, kami behasil juga sampai di jalan Braga. Tapi karena kami sudah terlambat dan jalan Braga sudah ditutup untuk di pakai sebagai ajang BCN, kami tidak bisa memarkir kendaraan di lapangan parkir Aston Braga Apartement, tempat kami menginap malamnya.


Bersama Fahmi Aston Braga

Setelah sampai di jalan Braga, kami langsung menuju Aston Braga Apartemen, di mana kami nanti berkumpul bersama teman-teman yang datang naik motor dari ITC Kebon Kelapa. Benar saja, baru saja kami tiba, bung Argun Owner Dewa SEO bersama rekan Ade Truna juga sudah sampai di sana. Kami langsung menuju kamar 11 I Aston Braga Apartemen. Sampai di lantai 11 kami langsung menuju kamar 11 I yang letaknya hanya beberapa langkah dari lift.

Sementara teman-teman langsung menuju kamar, saya memanfaatkan kesempatan melakukan pemotretan kota Bandung dari balik jendela ruang lift. Saat melakukan pemotretan saya mendengar sedikit suara ramai teman-teman yang tengah berdiri di depan kamar. Saya lalu mendekat. Rupanya ada masalah dengan kunci kamar, walaupun anak kuncinya masuk tapi tidak bisa di putar. Setelah di coba beberapa kali bergantian namun tetap gagal. Setelah saling bertanya-tanya kenapa pintunya tidak bisa dibuka. Salah seorang lalu melihat label yang ada di kunci, barulah kami semua tertawa. Rupanya kami salah kamar, karena di label yang terbuat dari plastik tebal berwarna merah itu tertera angka 12 I. Busyet dah...


Narsis sebelum  turun kejalan

Kamipun lalu kembali masuk lift dan naik satu lantai. Benar saja, begitu kunci dimasukkan dan di putar di kamar 12 I, pintupun  terbuka lebar. Kamipun melepaskan tawa yang tertahan mengingat kelucuan yang baru saja tercadi. Padahal Argun tadinya sudah yakin sekali kalau kamar yang dipesan adalah kamar 11 I.

Selesai shalat magrib, anggota rombongan terakhir datang, yaitu Nchie Hanie dan Myrael Anatsya. Setelah semua lengkap, kamipun keluar kamar hotel, turun ke basemen lalu berjalan melalui koridor Braga City Walk dan muncul di kawasan Braga Culinary Night!


Braga, kami datang...!

Jalan Braga penuh sesak saat kami mulai menyusurinya, sambil melihat-lihat kuliner apa yang akan kami nikmati malam itu. Di jalan yang sempit dan sesak itu, sifat narsis kami tetap saja tidak bisa di tahan. Jepret sana jepret sini, mejeng sana mejeng sini, bersaing dengan pengunjung lainnya yang juga melakukan hal serupa. Narsis habisssss.....

Bingung juga memilih apa yang akan kami nkmati saat itu. Masalahnya kami berombongan, dengan cita rasa kesukaan yang mungkin tidak sama. Tapi yang lebih mendominasi saat itu adalah tidak adanya tempat duduk bila ingin makan. Jalan Braga benar-benar tak lagi punya ruang untuk sekadar duduk menikmati hidangan yang begitu melimpah aneka bentuk dan rasanya, tapi tak punya tempat untuk menikmatinya! Bagi mereka yang cuek, biasa saja makan sambil jalan dengan mulut komat-kamit seperti bocah berumur satu digit!!! Nggak nyaman lah yauuu
Panggung jalanan


Walaupun sedang lapar, tapi saya sudah kehilangan selera saat itu. Tapi demi menghormati tuan rumah, saya tetap menerima sodoran batagor hangat yang telah dipesan. Untuk menikmatinya saya menyusur mengikuti teman-teman, lesehan di teras toko yang sudah tutup.Setelah menghabiskan jatah makanan masing-masing, kami kembali menyusuri jalan Barga. Sampah mulai terlihat berserakan di sana-sini. 

Walaupun tema pesta rakyat ini adalah kuliner, tapi tidak semua yang tampil di sana adalah pedagang makanan. Beberapa group musik ikut menyemarakkan acara, bahkan diantaranya ada yang memanfaatkan kesempatan untuk ngamen kepada pengunjung. Sebuah perusahaan operator seluller ikut meramaikan dengan menjual produk mereka beserta paket ikutannya. Sebuah stasiun radio komersial, juga ikut melakukan siaran live streaming.


Embat aja, cuek aja lagi, ...

Setelah menelusuri sepanjang jalan Braga, kami istirahat sejenak di ujung jalan yang tidak begitu ramai. Tapi istirahat kami bukannya duduk santai sambil ngobrol, melainkan dengan melakukan ritual wajib para Blogger, bernarsis ria, jeprat-jepret, hehehe....


Yang penting bisa makan, dimanapun jadi...

Capek narsisan, bos Argun ngajak ke Karaoke. Maka kami bergerak lagi melawan arah, kembali ke hotel. Ada ruang karaoke keluarga di sana. Setelah registrasi pesan tempat, kamipun diantar ke ruangan berukuran 3 X 5 meter. Selesai mengikuti tiga lagu, mata saya sudah nggak kuat. Saya lalu minta kunci kamar ke Myrael, lalu sendirian berjalan ke kamar. Sampai di kamar saya shalat Isya, setelah itu langsung berlayar ke pulau kapuk... zzzzzzzzz


Yang tua sama yang bening seleranya sama, ada yang mau ikut makan?

Saya tidak begitu tahu berapa lama teman-teman mengetok pintu, saat terbangun dan membuka kunci, semuanya sudah antri di balik pintu, begitu pintu terbuka semuanya masuk dengan wajah menyembulkan kegembiraan, kecuali saya yang masih ngantuk...  

Nggak kuat lama-lama menemani mereka ngobrol saya nyambung tidur lagi. Untung saja apartemennya ada dua kamar, saya langsung masuk kamar dan tidur lagi, karena kursi tempat saya tidur tadi sudah di tongkrongi teman-teman buat ngobrol.


Hahaha.... Ada jagoan Dragon Ball
Live Streaming sebuah Radio Swasta






Alun-alun Bandung yang Kotor dan Tak Nyaman

Alun-alun Bandung, dengan latar belakang Masjid Agung Bandung
Alun-alun Bandung, dengan latar belakang Masjid Raya Bandung
Dinginnya Bandung di subuh hari, tak menghalangi saya untuk terjaga dan bangkit dari pembaringan kamar hotel Dewi Sartika, tempat saya menginap. Saya lalu menunaikan kewajiban saya untuk shalat subuh. Beberapa saat selesai shalat, sebuah tawaran pemakaian charger melalui sms dari sahabat Dudi Jaya, saya sambut dengan sukacita. Saya lalu berjalan kekamarnya, sampai di sana Dudi telah menunggu di depan kamarnya. Saat bertemu itu saya lalu mengajaknya ke Alun-alun Bandung bersama sang istri. Ajakan yang segera disetujui.

Salah satu sudut di Alun-alun Bandung
Salah satu sudut di Alun-alun Bandung
Setelah berkumpul di lobby hotel, bertiga kami berjalan menyusuri jalan Dewi Sartika yang masih lengang. Sebuah becak dengan pengemudi yang masih bergelung nyenyak di atasnya, parkir dipinggir jalan dekat hotel. Lampu jalan berwarna kuning masih menyala menerangi jalanan yang sepi itu. Sesekali mobil ataupun motor melintas melewati kami.
Sambil menikmati segarnya udara Bandung di pagi hari, kami mengobrol sepanjang jalan. Jarak dari hotel ke Alun-alun yang hanya sekitar duaratus  meter, kami tempuh dengan berjalan santai dalam waktu sekitar 10 menit.

Jala Asia Afrika ke arah Timur
Jalan Asia Afrika ke arah Timur

Sampai di alun-alun, kami tak langsung masuk ke lapangan yang juga merupakan bagian dari halaman Masjid Raya Bandung itu. Kami memutari bagian luar lapangan, dari jalan Dewi Sartika, kami belok kanan masuk jalan Dalem Kaum. Sampai di ujung alun-alun, kami belok kiri. Melewati jalan Alun-alun Timur, sambil melihat-lihat dan menikmati suasana pagi. Dengan kamera di tangan, saya mengabadikan suasana pagi itu. Mentok di jalan Asia-Afrika, kami belok kiri, saya lalu mengabadikan beberapa tempat yang bersejarah di Bandung itu. Sesekali saya juga mengabadikan pasangan suami-istri Dudi dan Karmila, berdua maupun sendiri-sendiri.

Jalan Asia Afrika ke arah Barat
Jalan Asia Afrika ke arah Barat
Setelah memutari bagian luar alun-alun, kami lalu masuk ke pekarangan masjid. Baru saja saya menjejaki pekarangan masjid yang di salah satu sisinya juga terdapat kantor polisi itu, pandangan saya langsung terarah pada pekarangan yang kotor. Sampah berserakan di mana-mana. Kami terus menuju lapangan rumput alun-alun. Situasinya tak berubah, sampah berserakan, rumput yang tumbuh tidak rata.
Yang lebih memprihatinkan, banyak tuna wisma yang tidur di bangku-bangku taman. Melihat kami datang dan melihat beberapa kilatan lampu kilat kamera saya, beberapa diantaranya langsung bangun dan menghindar. Mungkin mereka merasa takut atau tak nyaman dengan kehadiran kami. Mungkin juga ada yang mengira kami adalah petugas yang tengah mencari mereka. Untuk memperlihatkan bahwa kami tak bermaksud mengganggu mereka, saya sengaja sering-sering memotret Dudi Jaya maupun istrinya. Walau sebenarnya hasilnya tak memuaskan, karena pencahayaan di taman alun-alun itu yang tak mendukung. Setelah mereka saya lihat mulai cuek dengan kehadiran kami, baru saya mencoba mengabadikan suasana alun-alun di pagi itu dengan lebih serius dengan menjadikan Masjid Agung dengan menaranya yang tinggi sebagai latar belakang.

Koridor Masjid Raya Bandung. Seorang petugas terlihat tengah membersihkan dinding masjid
Koridor Masjid Raya Bandung. Seorang petugas terlihat tengah membersihkan dinding masjid
Sebenarnya banyak foto human interest yang bisa diabadikan di sana, sayang saya tidak membawa lensa yang memadai. Kalaupun saya ambil dengan peralatan yang ada, hasilnya tidak akan memuaskan dan tidak alami. Tapi yang pasti mengganggu penglihatan saya, tetaplah sampah yang berserakan di mana-mana itu. Saya teringat dengan lapangan Simpang Lima Semarang yang sempat saya kunjungi tahun lalu. Lapangan yang begitu hijau dan terawat rapi, serta yang paling mengesankan tidak ada sampah yang berserakan di sana, kecuali beberapa daun kering yang gugur dan diterbangkan angin ke tengah lapangan. Seandainya pemda Bandung bisa menjadikan Lapangan Simpang Lima itu sebagai contoh, begitu juga pengelolaan pedagang kakilimanya yang teratur rapi. Saya yakin Alun-alun Bandung akan lebih menawan lagi, dan akan menjadi tujuan wisata keluarga dan pusat kuliner yang pasti akan lebih menyemarakkan suasana di alun-alun itu.



Suami istri Dudi Jaya dan Karmila Dwie di depan Masjid Raya Bandung
Suami istri Dudi Jaya dan Karmila Dwie di depan Masjid Raya Bandung

Saat ini, kita melihat betapa banyaknya pedagang asongan yang bergerilya di alun-alun itu, juga pedagang kopi yang menjinjing termos, maupun yang mangkal di taman alun-alun itu. Kalau keberadaan mereka di tata sedemikian rupa, tentu akan lebih baik buat mereka, juga lebih baik untuk penataan dan pemeliharaan taman di alun-alun itu. Sementara untuk para tuna wisma yang banyak tidur di sana, tentu ini bagian dari tugas dinas sosial pemda Bandung untuk menertibkannya.
Setelah capek berkeliling dan mengabadikan beberapa momen di sekitar alun-alun, serta sempat juga minum kopi di sana. Akhirnya kami kembali ke hotel. Karena sekitar jam tujuh, kami harus berkumpul di ITC Kebon Kelapa, lalu melanjutkan perjalanan menuju Pangalengan, sekitar 45 kilometer di Bandung, untuk suatu acara yang telah di rancang oleh Dewaseo dan airrisadventure.

Melawan dinginnya pagi dengan api unggun
Melawan dinginnya pagi dengan api unggun

Pijat refleksi, dengan berjalan diatas batuan yang di buatkan khusus di Alun-alun.
Pijat refleksi, dengan berjalan diatas batuan yang di buatkan khusus di Alun-alun.

Lagi ngintip siapa Mila?
Lagi ngintip siapa Mila?

Rehat sejenak bersama Dudi Jaya
Rehat sejenak bersama Dudi Jaya