Saya telah mencoba aneka merek rokok, tapi saya tak mencandu

Waktu saya tinggal di Dumai, Riau, sekitar tahun 1973 bersama kakak. Saya diberi modal sebuah etalase terbuat dari kayu yang diberi roda, Kami waktu itu menyebutnya kios. Untuk mengisi kios ini saya juga dimodali dengan berbagai macam merek rokok untuk di jual eceran, baik rokok merek lokal pabrikan Jawa maupun produksi pabrik rokok Sumatera, khususnya dari tanah Deli. Tak ketinggalan juga rokok putih produksi luar negeri.

Setiap hari itulah dagangan saya, di pinggir jalan Sudirman, Dumai, yang waktu itu masih merupakan kota kecamatan, dengan kilang minyak Pertamina Putri 7 berdiri dengan megahnya.

Karena saya menjual rokok secara ketengan, saya bebas mencoba semua jenis rokok yang saya jual, bagaimana rasa rokoknya, dan apa yang saya dapatkan dengan merokok itu, serta seperti apa yang namanya candu rokok itu, menuruti rasa penasaran bagaimana orang bisa kecanduan rokok.

Setelah berjalan beberapa bulan, saya tidak mendapatkan apa itu nikmatnya merokok. Yang saya rasakan hanya rasa pahit tembakau rokok tanpa filter, rasa mint rokok menthol, rasa manis rokok kretek dan tawarnya rokok yang katanya rendah tar dan nikotin.


Karena tidak adanya rasa ketergantungan atau candu terhadap rokok yang manapun. Saya akhirnya tidak meneruskan "pelajaran" merokok saya. Walau merokokpun saya juga tidak merasakan gangguan pada diri saya saat itu.


Hingga kini sayapun bebas dari kecanduan rokok itu. Kalaupun kadang-kadang saya iseng untuk merokok, maka saya akan merokok begitu saja sebatang sebulan atau sekali enam bulan, itupun rokok kretek tanpa filter. Sekadar menikmati sensasi rasa cengkeh yang terbakar, maupun rasa manis di ujung lidah.