Alun-alun Bandung yang Kotor dan Tak Nyaman

Alun-alun Bandung, dengan latar belakang Masjid Agung Bandung
Alun-alun Bandung, dengan latar belakang Masjid Raya Bandung
Dinginnya Bandung di subuh hari, tak menghalangi saya untuk terjaga dan bangkit dari pembaringan kamar hotel Dewi Sartika, tempat saya menginap. Saya lalu menunaikan kewajiban saya untuk shalat subuh. Beberapa saat selesai shalat, sebuah tawaran pemakaian charger melalui sms dari sahabat Dudi Jaya, saya sambut dengan sukacita. Saya lalu berjalan kekamarnya, sampai di sana Dudi telah menunggu di depan kamarnya. Saat bertemu itu saya lalu mengajaknya ke Alun-alun Bandung bersama sang istri. Ajakan yang segera disetujui.

Salah satu sudut di Alun-alun Bandung
Salah satu sudut di Alun-alun Bandung
Setelah berkumpul di lobby hotel, bertiga kami berjalan menyusuri jalan Dewi Sartika yang masih lengang. Sebuah becak dengan pengemudi yang masih bergelung nyenyak di atasnya, parkir dipinggir jalan dekat hotel. Lampu jalan berwarna kuning masih menyala menerangi jalanan yang sepi itu. Sesekali mobil ataupun motor melintas melewati kami.
Sambil menikmati segarnya udara Bandung di pagi hari, kami mengobrol sepanjang jalan. Jarak dari hotel ke Alun-alun yang hanya sekitar duaratus  meter, kami tempuh dengan berjalan santai dalam waktu sekitar 10 menit.

Jala Asia Afrika ke arah Timur
Jalan Asia Afrika ke arah Timur

Sampai di alun-alun, kami tak langsung masuk ke lapangan yang juga merupakan bagian dari halaman Masjid Raya Bandung itu. Kami memutari bagian luar lapangan, dari jalan Dewi Sartika, kami belok kanan masuk jalan Dalem Kaum. Sampai di ujung alun-alun, kami belok kiri. Melewati jalan Alun-alun Timur, sambil melihat-lihat dan menikmati suasana pagi. Dengan kamera di tangan, saya mengabadikan suasana pagi itu. Mentok di jalan Asia-Afrika, kami belok kiri, saya lalu mengabadikan beberapa tempat yang bersejarah di Bandung itu. Sesekali saya juga mengabadikan pasangan suami-istri Dudi dan Karmila, berdua maupun sendiri-sendiri.

Jalan Asia Afrika ke arah Barat
Jalan Asia Afrika ke arah Barat
Setelah memutari bagian luar alun-alun, kami lalu masuk ke pekarangan masjid. Baru saja saya menjejaki pekarangan masjid yang di salah satu sisinya juga terdapat kantor polisi itu, pandangan saya langsung terarah pada pekarangan yang kotor. Sampah berserakan di mana-mana. Kami terus menuju lapangan rumput alun-alun. Situasinya tak berubah, sampah berserakan, rumput yang tumbuh tidak rata.
Yang lebih memprihatinkan, banyak tuna wisma yang tidur di bangku-bangku taman. Melihat kami datang dan melihat beberapa kilatan lampu kilat kamera saya, beberapa diantaranya langsung bangun dan menghindar. Mungkin mereka merasa takut atau tak nyaman dengan kehadiran kami. Mungkin juga ada yang mengira kami adalah petugas yang tengah mencari mereka. Untuk memperlihatkan bahwa kami tak bermaksud mengganggu mereka, saya sengaja sering-sering memotret Dudi Jaya maupun istrinya. Walau sebenarnya hasilnya tak memuaskan, karena pencahayaan di taman alun-alun itu yang tak mendukung. Setelah mereka saya lihat mulai cuek dengan kehadiran kami, baru saya mencoba mengabadikan suasana alun-alun di pagi itu dengan lebih serius dengan menjadikan Masjid Agung dengan menaranya yang tinggi sebagai latar belakang.

Koridor Masjid Raya Bandung. Seorang petugas terlihat tengah membersihkan dinding masjid
Koridor Masjid Raya Bandung. Seorang petugas terlihat tengah membersihkan dinding masjid
Sebenarnya banyak foto human interest yang bisa diabadikan di sana, sayang saya tidak membawa lensa yang memadai. Kalaupun saya ambil dengan peralatan yang ada, hasilnya tidak akan memuaskan dan tidak alami. Tapi yang pasti mengganggu penglihatan saya, tetaplah sampah yang berserakan di mana-mana itu. Saya teringat dengan lapangan Simpang Lima Semarang yang sempat saya kunjungi tahun lalu. Lapangan yang begitu hijau dan terawat rapi, serta yang paling mengesankan tidak ada sampah yang berserakan di sana, kecuali beberapa daun kering yang gugur dan diterbangkan angin ke tengah lapangan. Seandainya pemda Bandung bisa menjadikan Lapangan Simpang Lima itu sebagai contoh, begitu juga pengelolaan pedagang kakilimanya yang teratur rapi. Saya yakin Alun-alun Bandung akan lebih menawan lagi, dan akan menjadi tujuan wisata keluarga dan pusat kuliner yang pasti akan lebih menyemarakkan suasana di alun-alun itu.



Suami istri Dudi Jaya dan Karmila Dwie di depan Masjid Raya Bandung
Suami istri Dudi Jaya dan Karmila Dwie di depan Masjid Raya Bandung

Saat ini, kita melihat betapa banyaknya pedagang asongan yang bergerilya di alun-alun itu, juga pedagang kopi yang menjinjing termos, maupun yang mangkal di taman alun-alun itu. Kalau keberadaan mereka di tata sedemikian rupa, tentu akan lebih baik buat mereka, juga lebih baik untuk penataan dan pemeliharaan taman di alun-alun itu. Sementara untuk para tuna wisma yang banyak tidur di sana, tentu ini bagian dari tugas dinas sosial pemda Bandung untuk menertibkannya.
Setelah capek berkeliling dan mengabadikan beberapa momen di sekitar alun-alun, serta sempat juga minum kopi di sana. Akhirnya kami kembali ke hotel. Karena sekitar jam tujuh, kami harus berkumpul di ITC Kebon Kelapa, lalu melanjutkan perjalanan menuju Pangalengan, sekitar 45 kilometer di Bandung, untuk suatu acara yang telah di rancang oleh Dewaseo dan airrisadventure.

Melawan dinginnya pagi dengan api unggun
Melawan dinginnya pagi dengan api unggun

Pijat refleksi, dengan berjalan diatas batuan yang di buatkan khusus di Alun-alun.
Pijat refleksi, dengan berjalan diatas batuan yang di buatkan khusus di Alun-alun.

Lagi ngintip siapa Mila?
Lagi ngintip siapa Mila?

Rehat sejenak bersama Dudi Jaya
Rehat sejenak bersama Dudi Jaya